Rabu, 29 April 2015

Berhala Kupu-kupu

ADA satu aksioma klasik dalam peradaban Islam yang diformulasikan oleh Abu Bakr ash-Shiddiq, Kholifah pertama. Menurut beliau, jika pasar memenangi Masjid, maka Masjid akan mati. Tapi jika Masjid memenangi pasar, maka pasar akan hidup. Maka di antara misi peradaban Islam adalah menjaga agar Masjid memenangi pasar, karena itu berarti juga menjaga kehidupan pasar. Misi itu kini kelabu, karena pasar telah memenangi Masjid. Ekonomi kita pun disebut ekonomi pasar. Bahkan sekejap lagi, akan ada ‘pasar bebas’.

Di awal telah dijelaskan bahwa sangat keliru mengidentifikasi jahiliyah sebagai keterbelakangan. Ya, memang. Dalam masyarakat terbelakang mungkin kita akan menemukan jahiliyah dalam bentuk yang mudah dikenali karena juga ‘primitif’. Tetapi estafet jahiliyah telah diterima dengan manis oleh generasi penerus. Berdengunglah kini seruan menuju tatanan dunia baru. Ya, inilah dunia baru yang jahiliyahnya begitu tertata. Ia menjadi teori-teori ilmiah yang sulit dibantah. Ia menjadi istilah-istilah mewah yang diucapkan dengan gagah. Ia menjadi sistem-sistem terstruktur yang menggerakkan roda politik, gerigi ekonomi, rantai sosial, dan patron budaya.

Berhala-berhala seakan berlomba untuk mengubah wujudnya agar tampil lebih elegan di putaran zaman. Ada yang tak banyak mengubah dirinya seperti penyembahan benda angkasa. Penyembahan bintang dan benda angkasa hanya memindah tempat ibadahnya ke halaman tabloid dan majalah. Ia berganti nama baru: zodiak dan horoskop.

Ada juga yang metaformosisnya nyaris sempurna. Inilah berhala kupu-kupu. Dunia sedang menyaksikan da’wah agama paganis-konsumerisme melalui iklan di televisi. Dan setiap waktu berbondonglah penyambut seruan itu menuju tempat-tempat ibadah elegan yang kini menjamur sampai pinggir kota: Mall-mall megah.

Alloh memberikan pasar sebagai tempat tinggal bagi Iblis. Anak turunnya telah membangunnya menjadi istana peribadatan yang megah. Di sini bertahta berhala baru bernama Trend dan Mode. Mungkin ini metamorfosis sempurna dari Lataa dan ‘Uzza. Mereka didesain menjadi salah satu sumber pemborosan. Pemborosan adalah proyek memperbanyak saudara Syaithon.

“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara Syaithon, dan Syaithon itu sangat ingkar kepada Robbnya.” (Qs. al-Isro’ [17]: 27)

Ini bukan soal pemenuhan kebutuhan. Karena kini orientasi massa telah diubah dari “need” kepada “want”. Bukan soal eksploitasi –ekonomi, budaya, bahkan politik- terhadap konsumen dengan imaji-imaji sesat. Iklan telah mengajarkan bahwa wanita dihargai hanya sebatas kilau rambut, kemulusan wajah, dan putihnya kulit. Iklan telah banyak mendidik kita untuk menstandarkan kebenaran pada penilaian manusia kebanyakan tanpa nalar dan sikap kritis. Inilah varises yang menyerang pembuluh peradaban dan kemanusiaan. Bahkan di sini, di dalam rumah kita, benda-benda telah menjadi rujukan utama dalam menyikapi kehidupan. Ukuran mulia dan hina telah terjenjang dalam barisan materi.

“Adapun manusia apabila Robbnya menguji, lalu ia dimuliakan, dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata, “Robbku memuliakanku”. Adapun bila Robbnya menguji lalu membatasi rizqinya, dia berkata, “Robbku menghinakanku!” (Qs. al-Fajr [89]: 15-16)

Berhala-berhala itu bermetamorfosis. Sempurna. Bagaikan kupu-kupu. Hati-hatilah jika ia sempat bertelur di lekuk-lekuk otak. Maka ia menjadi teori-teori ilmiah, riset-riset empiris, dan subjektivitas yang diobjektivikasi. Dan disembah. Berhala-berhala itu bermetamorfosis. Sempurna. Bagaikan kupu-kupu. Hati-hatilah jika ia sempat bertelur di labirin hati. Jadilah ia berhala terbesar yang akan bertahta dalam jiwa. Namanya, hawa nafsu. Dan disembah.

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjanjikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya dan Alloh membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya? Dan Alloh telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan di atas penglihatannya…” (Qs. al-Jatsiyah [45]: 23)


Ada kata-kata menarik dari Sidharta Gautama dalam Samyutta Nikaya I:117 tentang sang hawa nafsu. “Seandainya ada gunung emas, dua kali lipat sekalipun tidak akan cukup untuk memuaskan satu orang manusia. Pahamilah hal ini, dan hiduplah sepatutnya.” Mirip hadits tentang emas seberat gunung Uhud bukan? Tapi sayang, Sidharta juga disembah sebagai berhala. Who knows? Bisa jadi kelak dia akan berlepas diri di hadapan Alloh dari semua yang menuhankannya. Yang jelas, berhala-berhala itu bermetamorfosis. Sempurna. Bagaikan kupu-kupu. []

Credit: "Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim"; Salim A. Fillah; Pro-U Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar