IJINKAN aku bicara
tentang makna kecil partisipasi kita. Mungkin kau adalah peserta atau juga
bahkan adalah pengisi, ataupun sekedar orang yang pernah melihat dan menemui
fenomena seperti ini, di zaman ini:
“… Ketika beliau keluar tiba-tiba beliau dapati para
sahabat duduk dalam halaqoh (lingkaran). Beliau bertanya, “Apakah yang
mendorong kalian duduk seperti ini?” Mereka menjawab, “Kami duduk berdzikir dan
memuji Alloh atas hidayah yang Alloh berikan sehingga kami memeluk Islam.”
Maka Rosululloh bertanya, “Demi Alloh, kalian tidak
duduk melainkan untuk itu?” Mereka menjawab, “Demi Alloh, kami tidak duduk
kecuali untuk itu.” Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya saya bertanya bukan karena
ragu-ragu, tetapi Jibril datang kepadaku memberitahukan bahwa Alloh
membanggakan kalian di depan para malaikat.” (HR. Muslim, dari Mu’awiyah)
Di tempat inilah
disambung keteladanan sejarah. Di forum seperti yang dicontohkan para sahabat,
para ghuroba’ (orang-orang terasing) masa
kini mewujudkan sabda Nabi bahwa mu’min itu cermin bagi Mu’min yang lain.
Mereka saling bercermin diri, tentang perkembangan tilawah al-Qur’an dan
hafalannya, tentang sholat malamnya, dan tentang puasa sunnahnya. Semangatnya
tergugah mendengar yang lain menyalip amal-amalnya. Ia jadi malu mendapati
dirinya tak bisa mengatur waktu.
Mereka saling
menyebutkan kabar gembira sampai semua merasa bahagia mendengar salah seorang
sahabatnya mendapat nilai A. Mereka saling berbagi agar masalah tak terasa sendiri
dihadapi. Ada yang bercerita tentang amanah-amanah da’wahnya yang katanya
semakin mengasyikkan, atau semakin menantang. Yang berkeluasan rizqi membawakan
pisang goreng yang tadi pagi dibuat ibunya, atau mangga yang dipetik dari
halaman rumahnya.
Sesekali mereka
ganti setting forumnya, dengan
menginap agar bisa lebih panjang bercengkerama. Lalu mereka dirikan Qiyamullail
bersama. Pernah juga mereka lakukan wisata. Mereka bertemu di tempat rekreasi yang
sepi, mengingat Ilahi dan mengagumi kebesaran ciptaan-Nya. Mereka berdiskusi
disaksikan air terjun, punggung bukit bercemara, hutan berlembah yang menawan,
atau pasir pantai memutih diterpa gelombang.
Tentu saja yang
jauh lebih utama, mereka mengingat Alloh dalam sebuah kumpulan, agar Alloh
mengingat mereka dalam kumpulan yang lebih baik. Mereka baca kitabulloh, mereka
kupas isinya, mereka dapati bahwa al-Qur’an menyuruh mereka bersaudara dalam
cinta dan mentauhidkan Alloh Subhanahu Wa
Ta’ala. Tidak ada tekad ketika bubar dan saling bersalaman mendoakan,
selain agar yang mereka bahas menjadi amal kenyataan.
“Tidaklah suatu kaum berjumpa di suatu rumah dari
rumah-rumah Alloh, mereka membaca kitabulloh, dan mempelaiarinya di antara
mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rohmat meliputi majelisnya, Malaikat
menaungi mereka, dan Alloh menyebut-nyebut mereka dengan bangga di depan
malaikat-malaikat yang ada di sisi-Nya.” (HR.
Muslim, dari Abu Huroiroh)
Di sana bisa kita
jumpai wajah saudara yang jenaka, yang pendiam, dan yang tampak lelah karena
banyak amanah. Tapi Subhanalloh… Ini adalah cahaya yang bergetar di antara
mereka. Ia bergetar untuk menjadi refleksi jiwa, percepatan perbaikan diri dan
perbaikan ummat dalam medium atmosfer cinta. Saya tak ragu lagi menyebut forum
yang terkenal dengan kata liqo’at (pertemuan)
ini, sebagai Getar Cahaya di Atmosfer Cinta.
Bahkan ketika
suatu waktu Anda yang belum pernah mengikuti forum ini tidak sengaja menemui
mereka sedang ada di Masjid Kampus, Musholla Sekolah, rumah seorang Ustadz atau
markaz da’wah, lalu Anda bergabung dengan niat serta keperluan yang lain atau
mungkin karena iseng saja, Anda takkan pernah kecewa. Percayalah, Anda tak akan
pernah kecewa.
Seorang malaikat berkata, “Robbi, di majelis itu ada
orang yang bukan dari golongan mereka, hanya bertepatan ada keperluan maka datang
ke majelis itu.” Alloh berfirman, “Mereka adalah ahli majelis yang tiada akan
kecewa siapa pun yang duduk membersamainya!” (Muttafaq ‘Alaih, dari Abu Huroiroh)
Maka demi Alloh,
apa yang Anda tunggu? Perkenalkan diri Anda pada mereka sejelas-jelasnya.
Katakan, Anda ingin bergabung dengan pertemuan pekanan mereka. Kalau majelis itu
sudah terlalu sesak, lalu efektifitasnya drop, pengasuh majelis itu pasti akan
mencarikan sebuah majelis lain yang indah untuk Anda. Kalau di sekolah Anda dan
di kampus Anda ada kegiatan bernama Mentoring, Asistensi Agama Islam atau nama lainnya,
barangkali itu pintu lain bagi Anda memasuki Getar Cahaya di Atmosfer
Cinta ini. Setelah itu, bisa jadi Alloh akan menguji Anda. mungkin dengan
perasaan Anda bahwa majelis ini tidak seperti yang Anda harapkan. Maka bersabarlah.
“Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu ada
kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan.” (Qs. Alam Nasyroh [94]: 5-6)
***
Beberapa ikhwah
mengeluh mendapati beberapa saudaranya telah berubah ketika pindah ke lain
kota. Ada gambaran, betapa sulitnya menjaga istiqomah ketika jauh dari
lingkungan iman semula. Apa yang diceritakan Hanzholah ibn ar-Robi’, bisa
menjadi ‘ibroh bahwa pertemuan sesaat demi sesaat dalam majelis ini adalah
sarana penjaga konsistensi dan sikap istiqomah -yang kadang-kadang tanpa perlu
kita sadari-.
Ketika Abu Bakr
berkunjung dan menanyakan kabarnya, Hanzholah pun menjawab, “Hanzholah telah
menjadi munafiq!”. Terperanjat Abu Bakr, lalu ia berkata, “Subhanalloh, apa
yang engkau ucapkan?” Kata Hanzholah, “Kita sering bersama Rosululloh, beliau mengingatkan
kita tentang surga dan neraka seolah-olah kita melihatnya dengan mata kepala.
Namun ketika kita keluar dari sisi Rosululloh, bercengkerama dengan anak-anak
serta sibuk dengan pekerjaan, kita pun banyak melupakannya.”
“Demi Alloh!
Sesungguhnya kami juga merasakan hal seperti ini!”, sahut Abu Bakr membenarkan.
Tak ada curhat yang lebih indah daripada curhat para sahabat. Ya, mereka pun
kembali pada Murobbi-nya, Rosululloh
Mushthofa. Dan beliau pun menenteramkan hati para binaannya.
“… Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya. Seandainya kalian
selalu dalam keadaan sebagaimana ketika kalian ada di sisiku dan dalam
berdzikir, niscaya Malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat-tempat tidur,
dan di jalan-jalan kalian. Akan tetapi sesaat demi sesaat, wahai Hanzholah!
Sesaat demi sesaat, wahai Hanzhalah. Sesaat demi sesaat!” (HR. Muslim dalam Shohihnya, dari Hanzholah)
Akal sehat para
peserta liqo’at menuntun mereka untuk
menghayati bahwa majelis ini adalah bagian paling asasi dari hidup mereka. Ada
waktu yang harus diprioritaskan untuknya lebih dari segala aktivitas lainnya.
Kaidahnya jelas: kalau ia tak bersama mereka, ia takkan bersama siapa-siapa;
kalau mereka tak bersama dengannya, mereka pasti bersama dengan orang selain
dia.
Kadang kita tak
merasakan nikmatnya majelis kebersamaan ini. Padahal, orang lain akan melihat
kita berubah dan semakin buruk saat kita berhenti menghadirinya untuk suatu
waktu yang cukup lama. Memang, ia hanya sepekan sekali. Tetapi bagaimanapun
kita tahu, majelis ini adalah majelis ‘ilmu dan dzikir yang tak berhenti sampai
bubarnya lingkaran. Ketika mereka menutup pertemuan dan pergi untuk keperluan
masing-masing, lingkaran itu hanya melebar. Ia melebar seluas aktivitas mereka.
Tentu. Untuk
berpartisipasi bagi ummat dalam jangkauannya, mendistribusikan kesholihan yang
terasa manis direguknya. []
Credit: “Saksikan
bahwa Aku Seorang Muslim”; Salim A. Fillah; Pro-U Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar