“Hai manusia, beribadahlah kepada Robb
kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar
kalian bertaqwa.” (QS Al-Baqoroh
[2]: 21)
“Ini adalah suruhan
menyeluruh kepada segenap manusia”, demikian Al ‘Allamah As Sa’di dalam Taisirul
Karimir Rohman, “Dengan perintah yang umum. Ialah ibadah
kesemuanya, dengan melaksanakan perintahNya, menjauhi laranganNya, dan
membenarkan pekabaranNya.”
“Yang mencipta,”
demikian lanjut beliau, “Adalah yang paling berhak untuk disembah.” Dan pada
kata “Robb” yang mencipta itu, telah terkandung makna bahwa Dia pula Yang
Menguasai dan Memiliki, Memelihara dan Menjaga, Menumbuhkan dan Mengajari,
Mengembangkan dan Mengaruniakan rizqi, serta Mengatur Urusan dan Meminta
Pertanggungjawaban.
Maka sudah selayaknya
Dia menjadi Yang Diibadahi. Dialah Al-Ilah, yang pada kata
ini terkandung makna sebagai satu-satunya Yang ditunduki, diharapi, dicintai,
dan ditaati.
“Ayat ini
menghubungkan penciptaan dengan kehambaan,” demikian menurut Dr. Nashir ibn
Sulaiman Al ‘Umar dalam Liyadabbaru
Ayatih, “Maka tiap kali ruh kehambaan dan ‘amal ‘ibadah kita
melemah, sungguh baik jika kita merenungkan dalam-dalam berbagai keagunganNya dalam
penciptaan.”
Inilah para Imam yang
mulia membawakan teladan tafakkur untuk kita.
“Di sini terdapat
sebuah benteng yang sangat kokoh dan halus,” ucap Imam Ahmad ketika mentakjubi
Robbnya Yang Maha Pencipta. “Ia tak berpintu, tanpa jalan masuk dan tiada jalan
keluar. Bagian luarnya tampak seperti perak dan bagian dalamnya serupa emas
murni. Ketika ia dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba dinding benteng itu retak
dan pecah. Lalu dari dalamnya keluarlah sesosok makhluq yang dapat mendengar,
dapat melihat, serta memiliki bentuk yang sangat elok dan suara yang sangat
indah.”
“Yang kumaksud adalah
telur,” ujar beliau sembari tersenyum, “Ketika anak ayam keluar memecah
cangkangnya.”
Bertahun-tahun
sebelumnya, guru beliau punya ungkapan yang tak kalah menakjubkan. “Inilah
tumbuhan murbei,” tutur Imam Asy Syafi’i, “Yang Dia ciptakan dalam satu bentuk,
satu warna, dan satu rasa. Jika ia dimakan oleh ulat sutra, jadilah nanti
benang-benang yang sangat halus dan indah. Jika ia dimakan oleh lebah, jadilah
ia madu yang manis dan segar rasanya. Jika ia dimakan oleh kambing, jadilah ia
susu yang murni lagi bergizi. Jika ia dimakan oleh rusa kasturi, ia akan
menjadi wewangian yang harum dan suci.”
Sementara itu, Imam
Malik juga pernah ditanya oleh Harun Ar-Rosyid tentang keberadaan Alloh sebagai
Pencipta. Beliaupun menyebut berbagai warna dan rupa, bahasa dan bangsa, serta
suara dan nada; sebagai tanda betapa Maha Indah Penciptanya. Atau seperti
dikatakan orang ‘Arab, “Subhanalloh.. Kotoran unta menunjukkan adanya unta,
dan jejak kaki menunjukkan adanya seseorang yang pernah berjalan. Bukankah
langit mempunyai gugusan bintang, bumi memiliki hehamparan, dan lautan dihiasi
gelombang? Tidakkah yang demikian itu menunjukkan pada kita adanya Al-Lathiful
Khobir, Yang Maha Lembut Lagi Maha Mengetahui?”
Dan sungguh telah
datang kepada Imam Abu Hanifah beberapa orang zanadiqoh, mereka yang
mengingkari wujud Alloh ‘Azza wa Jalla sebagai sang Pemilik,
Pemelihara, Pemberi Rizqi, dan Pengatur Alam Semesta. Mereka mengajaknya
berdebat tentang hakikat keberadaan Robbul ‘Alamin.
“Biarkan sejenak aku
di sini,” kata sang Imam, “Sebab aku sedang memikirkan apa yang baru saja
terlintas di benakku.”
“Apakah itu?”, tanya
mereka.
“Bahwa ada sebuah
bahtera yang berlayar lagi sarat dengan barang muatan dan tak ada
seorangpun yang menjaga, mengendalikan, dan mengarahkannya. Namun demikian,
kapal itu tetap melaju dengan lancar, menembus badai dan menghadapi topan,
meski tanpa nakhoda. Ia terus melaju dengan tenang dan selamat sampai tujuan
tanpa seorang awakpun yang memandunya.”
“Ini adalah hal yang
tak patut dikatakan orang berakal,” sahut mereka. “Bagaimana mungkin ada kapal
berlayar tanpa awak dan nakhoda?”
“Aduhai kalian,”
timpal Imam Abu Hanifah, “Jadi, apakah menurut kalian jagad raya yang demikian tertata
penciptaannya, silih berganti malam dan siangnya, serta teratur pengisarannya
ini bisa selamat dari kekacauan dan kehancuran jika tak ada Yang Mencipta dan
Mengendalikannya?” Maka mereka semua diam terbungkam.
Inilah indahnya
pemahaman keempat Imam yang mulia tentang keagungan Robbnya yang telah
mencipta. Adakah tafakkur kita melihat telur, daun, bahtera, dan semesta
sedalam perenungan mereka?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar