Jauh
sebelum masa ‘Umar ibn Al-Khoththob dan ‘Amr ibn Hisyam, seorang tokoh hadir
mengubah arah sejarah bangsa Arab. Tokoh berpengaruh dan berperan besar yang
nyaris terlupakan itu bernama ‘Amr ibn Luhay. Tak banyak kita mengenal ‘Amr ibn
Luhay, pemimpin Bani Khuza’ah itu. Padahal dialah Sang Perantara.
Mayoritas bangsa Arab sebenarnya menerima dakwah nabi Isma’il ‘Alaihis Salam kepada millah ayahnya, agama Ibrohim yang berintikan tauhid kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Al-Hanifiyah. Dari kata Haniifan Musliman yang sering menyertai penyebutan Ibrohim ‘Alaihis Salam dalam Al-Qur’an. Mereka, bangsa Arab, menyembah Alloh, mensucikan syi’ar-syi’arNya, dan berhaji ke baitNya.
Waktu
bergulir dan ilmu diangkat, hingga cahaya tauhid di jazirah itu meredup. Meski
begitu masih ada tilasan tauhid dan syi’ar agama Ibrohim yang tersisa. Hingga
datangnya ‘Amr ibn Luhay, Sang Perantara. Di tengah kaumnya, dia adalah seorang
yang penuh kebajikan, penuh dengan derma dan shodaqoh, serta apresiatif
terhadap urusan agama. Hingga semua orang mencintainya; dia bagi kaumnya adalah
‘alim besar dan wali yang didengar setiap kata-katanya.
Suatu
saat ia mengadakan perjalanan ke Syam, sebuah negeri yang ketika itu menjadi
model kemajuan. Dari Makkah ke Syam, ia seperti orang udik masuk peradaban.
Mudah-mudahan tidak bisa diserupakan dengan perjalanan pemuka muslim ‘moderat’
Indonesia ke Amerika Serikat. Di sana, dilihatnya penduduk negeri yang elok itu
menyembah berhala. Tanpa perlu ikut kuliah bertahun-tahun atau cuci otak, tiba-tiba
dia menyimpulkan bahwa itulah jalan kebenaran. Argumentasinya logis dan
sederhana, “Syam adalah tanah tempat diutusnya para Rosul dan negeri
diturunkannya kitab suci.”
Dia
pun membawa oleh-oleh berupa Hubal. Sebuah berhala berisi kemusyrikan. Maka
penduduk Makkah menganggapnya sebagai kyai, serta mengikuti penyekutuan Alloh
itu. Bisa ditebak, seluruh dataran Hijjaz, Najd, Yamamah hingga Yaman yang
menganggap penduduk Makkah sebagai penerus Ibrohim dan penjaga rumahNya yang
suci segera bergabung dengan munculnya berhala Manat di Musyallal, Lataa di Thoif,
dan ‘Uzza di Wady Nakhlah.
Tak
hanya itu, ‘Amr ibn Luhay memperteguh otoritasnya sebagai pembaharu agama. Dia
membangun sebuah sistem kepercayaan dan peribadatan yang lestari hingga
dibangkitkannya Rosululloh. Thowaf pada berhala, besujud memohon kepadanya,
berhaji, berkorban, bernadzar untuk berhala dengan aneka ritual yang
menjijikkan bagi kita. Bersamaan dengan itu muncullah perdukunan, peramalan,
pengundian nasib, perjudian, dan khomr yang berjalan diatas logika yang sama.
Uniknya,
‘Amr ibn Luhay tak berhasil membawa pulang sistem untuk memajukan peradaban
bangsanya hingga seperti negeri Syam. Ia hanya berhasil memerantai sistem
kepercayaan dan pola pikir kaumnya semakin menyerusuk ke dalam kubangan sejarah.
Khawatirnya, di negeri ini berjejal ‘Amr ibn Luhay yang lain. Sang Agen. Sang
Perantara.
Credit:
“Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim”; Salim A. Fillah; Pro-U Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar