Senin, 27 April 2015

Menyikapi Berita Bohong

Isu-isu tentang moral serta kehormatan seorang muslim, jenis kebohongan inilah yang paling sering beredar di kalangan kaum muslimin sehingga menggoyahkan sendi-sendi keimanan. Apalagi gosip semacam ini sekarang sudah dieksploitasi oleh media massa sebagai acara unggulan. Kaum muslimin, tak hentinya disuguhi berbagai berita mengenai perselingkuhan yang belum tentu benar. Dengan bumbu-bumbu yang menjadikan berita tersebut semakin jauh dari kenyataan sebenarnya. Orang beriman perlu mewaspadainya, serta perlu bersikap tegas menolaknya.

Rangkaian ayat dalam Qs. An-Nur: 11-20 adalah teguran keras dari Alloh Subhanahu wa Ta'ala kepada para penyebar gosip, berita bohong, desas-desus, maupun fitnah. Ayat-ayat ini terkait dengan fitnah yang menimpa Ummul Mu'minin Aisyah yang dikenal dalam riwayat tentanghaditsul ifk.

Kisah ini terjadi saat perjalanan kembali dari perang dengan Bani Mushtholiq bulan Sya'ban 5 H, yang juga diikuti oleh kaum munafik. Turut pula Aisyah dengan Nabi Shollallohu 'alaihi wasallam berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau. Para pasukan berhenti pada suatu tempat. Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali setelah menyelesaikan hajatnya. Tak lama, ia segera sadar kalau kalungnya hilang. Ia pun beranjak kembali untuk mencarinya.

Sementara itu, rombongan berangkat dengan dugaan bahwa Aisyah masih ada dalam tandu. Setelah Aisyah mengetahui sekedupnya sudah berangkat, dia duduk di tempatnya dan mengaharapkan tandu itu akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat di tempat itu seorang sahabat, Shofwan ibnu Mu'aththol, dia terkejut ketika menemukan seseorang sedang tidur sendirian. Spontan, ia mengucapkan, "Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un, isteri Rosululloh!" Tak ada ucapan lain selain kalimat istirja' yang diucapkannya. 'Aisyah terbangun dan segera menutup wajahnya dan tak berkata apa-apa.

Shofwan lalu menundukkan untanya agar Aisyah naik ke atasnya. Shofwan berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di Madinah. Orang-orang yang melihat mereka membicarakannya menurut pendapat masing-masing. Mulailah timbul desas-desus. Kemudian kaum munafik membesar-besarkannya. Maka fitnah atas Aisyah itu pun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum muslimin.

Kemudian turunlah rangkaian ayat Qs. an-Nur: 11—20 yang membela kehormatan Ummul Mu'minin.

11.  Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.
12.  Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata, "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata."
13.  Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta.
14.  Sekiranya tidak ada kurnia Alloh dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.
15.  (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja, padahal dia pada sisi Alloh adalah besar.
16.  Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu, "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Mahasuci Engkau (Ya Tuhan kami), Ini adalah dusta yang besar."
17.  Alloh memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.
18.  Dan Alloh menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu, dan Alloh Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
19.  Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat, dan Alloh mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.
20.  Dan sekiranya tidaklah karena kurnia Alloh dan rohmat-Nya kepada kamu semua, dan Alloh Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar).
Ayat ini merupakan teguran Alloh terhadap sebagian sahabat Nabi Muhammad Shollallohu 'alaihi wasallam yang ketika itu kurang tegas dan merasa bingung saat menerima berita bohong yang disebarkan kaum munafik terhadap saudara seiman mereka.

Jadi, jelas bahwa berita bohong yang dimaksud ayat tersebut mengacu pada peristiwa Aisyah, yang disebarluaskan seorang tokoh munafik. Dalam ayat 11 disebutkan bahwa yang menyebarkan berita bohong adalah kalangan muslimin sendiri. Fitnah yang dilancarkan adalah tentang perselingkuhan.

Dalam rangkaian ayat-ayat di atas, terdapat beberapa pelajaran yang harus diambil oleh orang beriman guna mewaspadai beredarnya berita bohong, di antaranya:

1. Salah satu yang bisa merusak keimanan adalah menyebarkan berita bohong dan sikap cepat menanggapi berita-berita yang belum jelas kebenarannya. Dalam menyikapi berita bohong, orang beriman akan mengambil manfaatnya, yaitu mencari kejelasan berita yang ada dan menahan diri untuk tidak terlibat menyiarkan kabar bohong tersebut.

2. Setiap kali mendengar berita bohong, yang umumnya berupa berita perselingkuhan (zina), orang beriman harus lebih mengedepankan prasangka yang baik, lebih mengutamakan informasi dari kalangan kaum beriman sendiri, dan berani bersikap tegas dengan mengatakan, "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata."

3. Berita yang menyangkut kehormatan orang lain jika tanpa disertai saksi yang benar dan cukup, harus ditolak.

4. Orang beriman dianjurkan untuk menahan diri dari pembicaraan yang bersifat gosip.

5. Kebohongan, terutama yang menyangkut pribadi dan kehormatan sesama mukmin merupakan hal yang sangat prinsip bagi perwujudan keimanan kepada Alloh. Karenanya, ketika orang beriman menerima kabar-kabar menyangkut hal tersebut, harus mencari kebenarannya sebelum ikut berbicara atau menentukan sikap.

6. Ketika mendengar pembicaraan mengenai keburukan orang lain, orang beriman akan mengingatkan bahwa pembicaraan seperti itu tidak patut di hadapan kesucian Alloh.

7. Ciri keimanan yang sebenarnya adalah jika seseorang tidak pernah terlibat dalam menyiarkan kebohongan, atau menyebarluaskan keburukan sesama mukmin.

8. Orang beriman sama sekali tidak memiliki keinginan agar kebohongan tersebar. Al-Qur'an menandaskan bahwa sekadar berkeinginan agar berita mengenai keburukan sesama mukmin tersiar di kalangan kaum beriman sendiri, hal itu telah dikecam sebagai "penerima azab yang pedih di dunia dan akhirat." Maka bagaimana lagi dengan orang yang benar-benar telah menyebarkannya?

9. Orang beriman harus menganggap bahwa penyebarluasan kebohongan sebagai "mengikuti langkah-langkah setan." Sebab tersiarnya kabar keburukan yang bohong itu akan mengarahkan pada perbuatan keji yang lain, dan membawa pada perbuatan yang mungkar, termasuk hancurnya kehormatan seorang muslim. Terutama jika berita bohong itu tentang hubungan gelap seseorang yang telah berkeluarga. Bisa saja, berita bohong ini mengusik hubungan keluarga korban gosip, lalu berakibat pada perceraian. Karena itu, hal ini harus dicegah semaksimal mungkin.

Jadi, inti dari rangkaian peringatan itu adalah dalam menghadapi berita atau informasi yang samar, apalagi bohong, Alloh Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan agar umat Islam berpegang pada pengetahuan mereka yang sudah jelas dan tegas tentang keimanan saudara mereka sesama kaum mukminin. Sebab, keimanan akan menghindarkan mereka dari perbuatan-perbuatan tercela. Dengan berpegang teguh pada pengetahuan yang jelas dan tegas, akan lebih menyelamatkan daripada terombang-ambing oleh berita bohong yang disiarkan oleh orang munafik. Atau, dalam konteks sekarang, berita dan informasi yang sumbernya tidak jelas. Kalaupun jelas, sumber tersebut layak diragukan kapabilitasnya dan tidak bisa dipercaya.

Sebagai orang beriman, mestinya melakukan pengolahan informasi, dan yang terpenting adalah konsep tabayyun (klarifikasi, mencari penjelasan kepada objek informasi, Qs. al-Hujurat: 6), baik dengan konfirmasi, pencarian fakta, dan saksi, maupun check and recheck.

Wallohu al-Hadi ila aqwami ath-thoriq.

Credit: disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar