Kamis, 23 April 2015

Dari Diri Sendiri

Rosululloh saw suatu ketika pernah bertanya di hadapan para sahabatnya. “Siapa di antara kalian yang hari ini berpuasa?” Abu Bakar ra menjawab, “Saya, ya Rosululloh.” Rosul bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang hari ini mengikuti jenazah?” Abu Bakar menjawab, “Saya, ya Rosululloh.” Rosul bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?” Abu Bakar ra lagi-lagi menjawab, “Saya, ya Rosululloh.” Keempat kalinya, Rosululloh bertanya, “Siapa di antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar kembali menjawab, “Saya, ya Rosululloh.” Rosululloh bersabda, “Tidaklah semua perilaku itu dilakukan oleh seseorang kecuali ia pasti masuk surga.” (HR. Muslim)

Saudaraku,
Salah satu yang sering membuat kita kagum pada para salafushsholih adalah, besarnya dorongan jiwa mereka untuk melakukan amal-amal sholih. Mereka melakukan banyak kebaikan, karena inisiatif sendiri, bukan tekanan atau dorongan dari orang lain. Mereka, tidak pasif menunggu perintah, tapi pro aktif menyongsong tugas. Mereka adalah para pemburu pahala Alloh swt dan selalu berlomba memperoleh ganjaran Alloh yang paling banyak.

Saudaraku,
Pernahkah kita mendengar nama seorang sahabat, Salkan bin Salamah rodhiyallohu ‘anhu? Dia seorang prajurit Rosululloh saw yang ikut dalam perang Tabuk dan melakukan jaga malam secara diam-diam, di luar giliran jaga malam yang telah ditetapkan oleh pasukannya. Salkan menjaga para penjaga malam yang telah ditugaskan.

Ketika Rosululloh saw mendengar sikap Salkan itu, Rosul lalu mengangkat tangan dan melantunkan doa, “Ya Alloh, limpahkanlah rahmat-Mu pada penjaga malam dan kepada orang yang menjaga penjaga malam.” Perang Tabuk terjadi saat Rosululloh dan para sahabatnya dalam keadaan susah karena kekurangan harta. lngin sekali rasanya, melakukan peran-peran seperti Salkan bin Salamah ra. Berinisiatif melakukan kebaikan di saat yang tepat, dan mendapat do’a Rosululloh saw.

Kekuatan apa yang membuat mereka secara spontan memenuhi panggilan ketaatan seperti itu? Energi apa yang tersimpan dalam hati mereka hingga memunculkan kekuatan melakukan tugas yang wajib dilakukan, bahkan lebih dari kekuatan dan kesanggupan manusia biasa?

Perhatikanlah firman Alloh swt, “Dan tidak (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, ‘Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu.’ Lalu mereka kembali, sedangkan mata mereka bercucuran air mata karena sedih tidak memperoleh apa yang mereka nafkahkan (untuk jihad).” (Q.S. At-Taubah: 92)

Itulah kekuatan iman. Menangis tatkala tak bisa memberi manfaat pada orang lain. Sedih ketika tak mungkin terlibat dalam amal-amal sholih. Tak ada yang membuat mereka mampu melakukan semuanya, kecuali karena iman. Keimanan telah memunculkan sikapindifa zati, motivasi dari dalam, yang menjadikan setiap mereka selalu bersemangat dan bertenaga melakukan amal-amal sholih.

Saudaraku,
Mari merenung lagi tentang kondisi kita saat ini, di sini. Apa yang membuat kita sering menjadi lemah, tidak bertenaga, lunglai, tak kuat bahkan hanya sekedar melakukan amal wajib? Apakah sebenarnya yang menjadikan kita seperti tak berdaya memenuhi panggilan Alloh saat adzan berkumandang? Kenapa kita menjadi berat menunaikan tugas-tugas da’wah yang kian lama semakin membutuhkan tenaga para pendukungnya yang segar dan kuat?

Tundukkanlah hati dan pasrahkanlah semuanya pada Alloh swt. Dialah yang Maha Kuasa dan Maha Memiliki Keinginan memberi petunjuk kepada kita, hamba-hamba-Nya. Dialah yang Maha Kuat memberi kekuatan pada kita, hamba-hamba-Nya untuk melakukan ketaatan.

Saudaraku,
Carilah waktu-waktu sunyi untuk melakukan amal-amal sholih. Intailah saat-saat gelap untuk menjalin hubungan yang kuat dengan Alloh. Amal yang dilakukan secara tersembunyi, jauh dari pantauan orang dan jauh dari keramaian, adalah salah satu indikasi adanya indifa zati dalam diri seseorang.

Amal-amal ketaatan dan kebaikan di saat sunyi, akan menanamkan keikhlasan. Amal sholih di kala tak ada orang yang mengetahui, itulah yang semakin menguatkan ketulusan dan keikhlasan. Dan di sanalah akan berawal dorongan jiwa untuk selalu melakukan kebaikan.

Itulah yang menjadikan Badiuzzaman Said Nursi rohimahulloh, tokoh pejuang dan mujaddid terkenal dari Turki mewasiatkan murid-muridnya, “Ketahuilah oleh kalian bahwa kunci kekuatan kalian ada pada keikhlasan dan kebenaran. Sampai-sampai para pendukung kebatilan ingin menghimpun kekuatan dari keikhlasan mereka dalam melakukan kebathilan. Keikhlasan pada pengabdian kita di jalan inilah yang akan mengokohkan da’wah kita.” (Badi Zaman Said Nursi, Al-Lamaat, h.225)

Mari membuat sejarah diri kita sendiri. Karena kita akan menghadap Alloh swt sendiri-sendiri. Lakukan semua amal sholeh dari diri sendiri. Lepaskan sekat yang menjadikan kita terikat oleh tekanan orang lain, dalam melakukan ketaatan. Tak perlu menunggu perintah, dan tidak perlu menanti untuk diminta. Buang lauh-jauh segala perasaan takut oleh penilaian orang dan khawatir oleh pendapat orang saat kita melakukan amal-amal sholih.

Abaikan perkataan makhluk karena kita hanya berharap pada Al-Kholiq. Tak usah peduli dengan anggapan manusia, karena kita hanya mempersembahkan semuanya, untuk Alloh.

Saudaraku,
Rasakanlah bagaimana kesejukan, ketentraman, ketenangan batin hingga kekuatan besar yang kita peroleh lewat amal-amal sholeh, tanpa dorongan, tanpa perintah, tanpa tekanan, tanpa pengaruh siapa pun kecuali Alloh swt. Lalu ucakapanlah, Subhanalloh... Maha Suci Alloh...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar