"Jika ada seseorang yang menyebut nama saudaranya dengan sesuatu yang tidak disukai, baik yang terkait dengan amal perbuatan maupun sifat yang ada pada saudaranya tersebut, khususnya yang terkait dengan aurat dan aibnya, seperti seseorang mengatakan, “Fulan itu orangnya begini dan begini,” dengan menyebutkan aib yang ada padanya. Baik yang berupa keburukan amalnya, seperti; orang itu pembohong, orang itu penipu, dan lain-lain. Ataupun aib pada postur tubuhnya, seperti; orang itu tinggi jelek, orang itu pendek sekali, orang itu gemuk jelek, orang itu kurus kerempeng, dan sebagainya. Semua itu jika terdengar oleh saudaranya pasti tidak disukai dan sangat menyakiti dan melukai hatinya.” Inilah defenisi ghibah (gunjing/gosip) yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin—rohimahulloh.
Macam-macam Ghibah
Agar tak terjebak dalam kubangan dosa besar ini, maka berikut ini ragam ghibah yang mesti dijauhi, di antaranya adalah:
1. Ghibah lafzhiyyah (ghibah yang terucap)
Yaitu ucapan atau ungkapkan yang bermaksud untuk merendahkan dan mencemarkan kehormatan saudaranya sesama muslim, seperti, fulan itu orangnya pembual, pembohong, tukang fitnah, penghasut, dan lain sebagainya. Sekiranya hal itu terdengar oleh saudaranya, maka akan sangat melukai perasaannya. Maka ghibah seperti ini hukumnya harom, seperti sabda Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam,
“Tahukah kalian apakah ghibah itu?” Mereka berkata, “Alloh Subhanahu wa Ta'ala dan Rosul-Nya yang lebih tahu.” Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Engkau menyebut nama saudaramu dengan sesuatu yang ia tidak sukai.” Maka dikatakan, “Bagaimana jika sesuatu yang disebutkan itu sesuai dengan apa yang ada padanya?” Maka Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Jika sesuatu yang disebutkan benar ada padanya, maka sungguh, engkau telah berbuat ghibah. Dan jika tidak, maka engkau telah berdusta tentangnya.” (HR. Muslim).
2. Ghibah Isyariyyah (ghibah dengan isyarat)
Yaitu segala bentuk isyarat yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud untuk merendahkan serta menghinakan martabat dan kehormatan saudaranya sesama muslim, seperti, seseorang berisyarat dengan kedipan mata kepada temannya ketika seorang yang berpostur gemuk pendek melintas di hadapannya. Seseorang berisyarat kepada temannya dengan berdehem dan raut wajah mengejek ketika ada saudaranya muslimah berjilbab lebar dan berpakaian islami, dan lain sebagainya. Hukumnya harom, seperti diingatkan oleh Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam,
Dari Aisyah—rodhiyallohu ‘anha, ia berkata, “Saya berkata kepada Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam, Shofiyah itu orangnya begini dan begitu.” Sebagian perawi hadits ini mengatakan bahwa yang dimaksud ‘Aisyah—rodhiyallohu ‘anha—adalah Shofiyah itu orangnya pendek. Maka Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Sungguh, engkau telah mengucapkan suatu kalimat yang seandainya kalimat itu dicampur dengan air laut, maka pasti akan bercampur dan berubah air laut tersebut.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan shohih oleh al-Albani).
3. Ghibah Ta’ridh (ghibah dengan sindiran)
Yaitu ucapan atau ungkapan sindiran yang dimaksudkan oleh seseorang untuk saudaranya muslim dengan maksud merendahkan serta melecehkan kehormatannya. Seperti ungkapan seseorang yang mengatakan, “Telah berkata seseorang yang mengaku ulama besar, mengaku sholih, wali Alloh dan ma'shum, yang mudah-mudahan Alloh senantiasa memberi keselamatan untuk kita dan menerima taubat kita.”
Secara tidak langsung, pendengar dari ucapan ini akan memahami bahwa ucapan yang dimaksud adalah sindiran buat sosok orang tertentu. Sekiranya orang yang terhinakan dan ternodai kehormatannya itu mendengar ungkapan tersebut, pasti tidak suka dan sangat membencinya.
Faktor Penyebab Ghibah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah—rohimahulloh—menyebutkan beberapa faktor, di antaranya:
1. Pengaruh faktor lingkungan dalam berteman dan bersahabat. Terkadang seseorang tahu bahaya dan dosa ghibah, bahwa itu harom. Namun karena dorongan teman, ia pun tak dapat melakukan ingkar terhadap perbuatan tersebut.
Alih-alih ingkar, justru ia pun terlibat di dalamnya. Demi membela teman-teman dan sahabat-sahabatnya.
2. Menganggap ghibah adalah bagian dari syariat dan kebaikan, seperti seseorang mengatakan, “Saya tidak memiliki kebiasaan atau maksud tertentu ketika menyebut aib fulan atau fulanah kecuali untuk kebaikan. Dan saya tidak suka ghibah atau fitnah. Hanya saja saya ingin menyebutkan tentang keadaannya. Demi Alloh, dia itu miskin. Dia itu orangnya baik, tapi sulit diatur dan sedikit sombong."
"Penampilannya tawadhu, namun hatinya busuk." Dan ungkapan-ungkapan sejenis lainnya.
Termasuk di antaranya adalah seseorang yang seolah-olah mendoakan fulan dan fulanah padahal ia bertujuan ghibah, seperti ungkapannya, “Marilah kita doakan dia yang suka makan harta harom agar segera bertaubat.” Maksud sebenarnya adalah untuk merendahkan dan menghinakan kehormatan saudaranya muslim.
3. Seseorang melakukan ghibah karena menganggap ghibahnya itu sekadar bercanda atau bergurau, yang terdapat di dalamnya ejekan atau hinaan terhadap sesama saudara muslim. Seperti perkataan, “Hai teman! Kamu tahu tidak kalau si Anu itu sangat lucu, kalau tertawa kelihatan ompongnya.” Atau, “Si anu itu kalau membuka jilbab, ketombenya kelihatan banyaknya, bau lagi rambutnya.” Semua ungkapan itu kalau terdengar oleh saudaranya yang dimaksud, pasti tidak suka dan benci. Maka hal tersebut hukumnya harom.
4. Melakukan ghibah karena menjadikan ghibah bagian dari ketakjuban (keheranan). Seperti ungkapan seseorang, “Saya heran dengan si Fulan, kenapa dia melakukan begini dan begitu,” dengan menyebutkan aib yang ada pada dirinya, atau pun sekadar tuduhan. Dan ungkapan-ungkapan lain yang sejenis. Semua itu termasuk ghibah dan dosa besar yang harus dihindari oleh setiap muslim.
5. Melakukan ghibah karena merasa seolah-olah dirinya ikut kasihan serta sedih terhadap keadaan saudaranya muslim. Seperti ungkapan, “Fulan itu miskin sekali karena dirinya berbuat begini dan begini, dengan menyebutkan aib yang ada pada saudaranya tersebut. Harapannya, agar yang mendengar perkataannya itu turut merasakan kesedihan serta kasihan terhadap saudaranya yang miskin tersebut.
Bahaya Ghibah
Ghibah hukumnya harom dan merupakan salah satu dosa besar.
1. Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman, artinya, “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-Hujurot: 12).
Diriwayatkan dari Qotadah—rodhiyallohu ‘anhu, beliau mengatakan, “Apakah kalian suka memakan daging bangkai saudara kalian? Pasti kalian tidak suka dan jijik dengan daging bangkai tersebut. Seperti engkau jijik dan tidak suka melihat dan menemukan bangkai yang sudah busuk dimakan ulat, maka seperti itulah seharusnya kebencian dan ketidaksukaan kalian terhadap perbuatan ghibah sesama saudara muslim semasa hidupnya.”
2. Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda, "Cukuplah seseorang itu dikatakan jahat atau tercela, jika ia merendahkan atau meremehkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim yang lainnya adalah haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya." (HR. Muslim).
3. Nabi shollallohu 'alaihi wasallam juga bersabda, "Ketika saya di-mi'roj-kan oleh Alloh ke Sidrotul Muntaha, saya melewati suatu kaum yang mereka mencakar dan merobek-robek wajah dan dadanya dengan kuku-kuku panjang mereka. Maka saya bertanya kepada malaikat Jibril, "Siapa mereka itu, wahai Jibril?" Malaikat Jibril menjawab, "Mereka itu telah memakan daging saudaranya dan telah menodai kehormatannya." (HR. Abu Dawud, dan dinyatakan shohih oleh al-Albani).
4. Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya riba yang paling banyak keuntungannya adalah mencemarkan nama baik dan kehormatan saudaranya sesama muslim tanpa alasan yang benar." (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shohih oleh al-Albani).
Inilah akibat dari ghibah. Banyak yang tahu bahayanya, namun sayangnya diabaikan. Buktinya, ghibah sering dijadikan sebagai hidangan segar dan lezat dalam suatu majelis. Tak ada pahit dan getir ketika hidangan itu dikunyah oleh mulut-mulut mereka.
Majelis ghibah itu akan sangat mudah mereka lupakan setelahnya. Tapi tetap saja ia akan hadir ketika mereka berdiri di hadapan Alloh Subhanahu wa Ta'ala pada hari pembalasan. Saat itu, pahala mereka akan diambil oleh setiap orang yang pernah mereka nodai dan kotori kehormatannya dalam majelis ghibah. Lalu ketika pahala dan kebaikan mereka habis diambil, maka semua dosa yang ada pada orang-orang yang mereka zholimi akan ditumpahkan kepada mereka. Sungguh musibah yang sangat besar.
Washollallohu 'alaa nabiyyina Muhammad wa 'alaa aalihi washohbihi wasallam
Disadur dari "Tahukah Anda Apakah Ghibah Itu?", karya Kholili Zubairi, Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar