Banyak jalan yang bisa mengantar kepada surga, asal
tiap-tiap jalan kita lalui dengan mengikuti petunjuk Alloh dan Rosul-Nya.
Seorang tetangga mempunyai hak atas kita, baik ia Muslim maupun bukan. Dan
dengan memenuhi haknya sebagai tetangga, insya Alloh akan dapat mengantarkan
kita meraih surga-Nya. Seorang Muslim mempunyai hak atas kita sesama Muslim.
Sesungguhnya setiap Muslim bersaudara. Apabila kita memenuhi haknya sebagai
saudara sesama Muslim―tak peduli apakah ia satu jam’iyyah atau tidak―insya Alloh akan dibukakan bagi kita surga-Nya
yang tertinggi. Allohumma aamiin.
Dari Ibnu ‘Umar ra bahwa Rosululloh
saw bersabda:
“Seorang Muslim adalah saudara
sesama Muslim yang lain. Ia tidak menzholiminya dan tidak menyusahkannya. Siapa
yang memenuhi hajat saudaranya, Alloh akan memenuhi hajatnya. Dan siapa yang
melepaskan dari seorang Muslim satu kesusahan, maka Alloh akan melepaskan
darinya dengan hal itu satu kesusahan dari kesusahan akhirat. Dan siapa yang
menutupi (aib) orang Muslim lain, maka Alloh akan menutupi (aibnya) pada hari
Kiamat.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Tiap-tiap Muslim mempunyai hak
untuk kita jaga dari kezholiman. Kita perlu belajar mencintai seraya menolong
saudara kita sesama Muslim, baik yang berbuat zholim maupun yang dizholimi.
Mencintai yang berbuat zholim adalah dengan cara mencegahnya dari perbuatan
zholim. Sehingga tindakan buruk itu tidak terjadi. Jika kezholiman itu tak
dapat dicegah dan bahkan cenderung berlanjut, maka cinta kepadanya diwujudkan
dengan membawanya kepada qodhi untuk
mendapat hukuman. Sebab, sesungguhnya hukuman itu menutup pintu-pintu keburukan
dan melindungi jalan kebaikan agar tidak rusak. Tampaknya menyusahkan, tetapi
hukuman pada pelaku kezholiman akan mencegahnya dari perbuatan keburukan yang
lebih besar.
Adapun kepada yang dizholimi, kita
mencintai dengan memberi pertolongan, mengingatkan apabila ada pada kita
pengetahuan tentang adanya orang yang akan menzholimi dia, menyantuni serta
membesarkan hatinya.
Mencintai orang-orang yang ingin
bertaubat adalah dengan menunjukkan kepadanya jalan yang mudah untuk ditempuh.
Bukan mempersulit. Pada saat yang sama, kita harus menggembirakannya, dan bukan
membuatnya lari, apabila ia merasa belum sanggup untuk menjalankan kehendak
agama dengan baik. Seorang yang tak terbiasa menutup aurotnya ―apalagi kalau
cenderung membuka tanpa kendali― maka kita tunjukkan kepadanya langkah-langkah
bertahap untuk menutup aurot agar tak berat hatinya untuk melangkah. Seorang
yang belum bisa mengucapkan do’a sholat sama sekali, maka kita besarkan hatinya
untuk memantapkan hatinya beribadah, meski yang bisa ia ucapkan hanya sebatas
basmalah dan takbir saja.
Rasanya, banyak hal yang belum kita
ketahui sehingga kita masih sering salah langkah. Rasanya masih amat tipis
cinta kita kepada sesama Muslim, sementara ketika kehendak untuk mencinta itu
telah tumbuh, jalan untuk mewujudkannya tak jarang keliru karena tak punya
ilmu. Padahal, ilmu itu mendahului amal.
Nah. Tampaknya sudah saatnya kita belajar mencintai
sesama hamba untuk menyempurnakan keislaman kita.
Credit: “Mencari Ketenangan di Tengah Kesibukan”; Mohammad
Fauzil Adhim; Pro-U Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar