Alloh tebarkan kasih sayang di hati
manusia, bukan karena perbuatan yang memang kita maksudkan untuk merebut cinta
dan kasih secara langsung. Sebaliknya, tindakan untuk membangkitkan kasih sayang,
tak jarang hanya melahirkan perasaan yang sementara. Sebentar ada perhatian
yang besar, sesudah itu hati kembali gersang dan kering. Sebentar kita
merasakan keakraban, sesudah itu dengan tetangga pun kita tak mengenalnya.
Ada perkara-perkara yang mendatangkan
rasa kasih dan sayang sesama kita. Ia tak menumbuhkan kasih sayang di hati kita
secara khusus, tetapi bersebab dari sanalah Alloh gerakkan hati untuk saling
mengasihi. Kita saling merasakan sesama kita sebagai saudara yang penuh rasa
sayang. Kita saling merasakan sesama kita sebagai saudara yang penuh rasa
sayang. Ruh kita saling bertemu dan terjalin kedekatan yang erat.
Teringat saya kepada firman Alloh ‘Azza wa Jalla:
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal sholih, kelak Alloh Yang Maha Pemurah akan
menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. (Qs. Maryam [19]: 96)
Berkenaan dengan kasih sayang, Ibnu
Abbas berkata, “Maksud kasih sayang dalam ayat ini adalah kasih sayang yang ada
pada hati orang-orang Muslim.”
Apa kuncinya? Kita lihat dua hal
yang tidak bisa saling dipisahkan satu sama lain dalam hadits tersebut: iman
dan amal sholih. Mengimani Alloh ‘Azza wa
Jalla tetapi tidak mau menyertai dengan amal sholih, adalah dusta.
Sementara amal yang baik tanpa dilandasi iman yang kokoh, akan sia-sia. Di
hadapan Alloh ia tidak berguna, sementara di hadapan manusia hanya mendatangkan
simpati yang mungkin sangat sementara. Bahkan boleh jadi sebaliknya.
Kadang ada sebagian manusia yang
menunaikan haji berkali-kali. Mereka pergi ke Tanah Suci menuju Baitulloh (Rumah Alloh), tetapi mereka
belum benar-benar meninggalkan rumah kediriannya. Mereka berputar-putar
mengelilingi Ka’bah dengan airmata yang berjatuhan, sementara di saat yang sama
tetangganya juga sedang tidak kuat menahan airmata. Bedanya, ia menangis karena
merasakan pengalaman ekstase ―dan mungkin sekadar katarsis― sementara
tetangganya harus menangis karena tak ada lagi sesendok nasi yang bisa dikais
untuk anaknya. Ia tahu keadaan tetangganya, tetapi tidak pernah menyisihkan
sedikit dari hartanya untuk mereka.
Sebagian kita kemudian mengatakan,
“Orang-orang itu sholih secara spiritual, sementara secara sosial tidak.”
Tetapi kalau kita menengok firman Alloh swt, mereka bahkan dianggap dusta
secara spiritual. Alloh Ta’ala
berfirman, Tahukah kamu
(orang) yang mendustakan agama? Yakni orang yang menghardik anak-anak yatim,
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (Qs. al-Ma’un [107]: 1-3)
Tidak menganjurkan
memberi makan orang miskin saja dianggap dusta secara spiritual, apalagi kalau
kita memang tidak bersedia mengulurkan tangan sama sekali.
Credit: “Mencari Ketenangan di
Tengah Kesibukan”; Mohammad Fauzil Adhim; Pro-U Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar