Rabu, 13 Mei 2015

Menakar Taqwa

Banyak yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga. Ia terlepas dari pahala. Tak ada kebaikan padanya, meski badan telah lemas dan tenggorokan telah kering. Sebabnya, ia menjalani puasa dengan menahan lapar dan dahaga, tetapi tidak berhenti dari tindakan-tindakan yang merusak puasanya. Ia menjaga mulutnya dari makanan, tetapi tidak menghindarkan lisannya dari perkataan yang menyakitkan. Sementara, tak ada kebaikan di dalamnya, tidak pula ada alasan yang dapat diterima.

Ada orang-orang yang berpuasa. Ia menahan makanan dan minuman di siang hari, tetapi di malam hari ia menghabiskan waktu yang singkat itu untuk melahap apa saja, lebih dari yang sanggup ia habiskan di hari-hari ketika ia sedang tidak berpuasa. Padahal, apabila kita benar-benar berpuasa, segelas air segar saja sudah sanggup mengenyangkan perut kita yang sebelumnya kelaparan.

Ketika puasa menjadi hanya sebatas perubahan jam makan, maka hampir-hampir tak mungkin kita dapat merasakan penderitaan dan nestapa orang-orang di sekeliling kita. Kita sulit berbagi, kecuali sekadar basa-basi sosial karena terkena giliran memberi penganan (ta’jil) di masjid. Anak-anak yang miskin tetap akan kosong pandangannya. Para janda tetap tidak menentu nasibnya. Sementara mereka yang lemah (dhu’afa) dan yang dilemahkan (mustadh’afin), tetap tak memiliki tempat mengeluh yang dapat meringankan beban mereka.

Saya tidak tahu, seperti apa engkau berpuasa. Saya hanya dapat merasakan gejolak bathin yang berkecamuk dalam dada ini. Kalau puasa-puasa kita hanya bergantinya jadwal makan dan minum, maka apakah yang bisa kita harapkan sesudah badan kita terkubur dalam tanah? Kalau puasa-puasa kita hanya berarti pesta kolak di malam hari, sementara rezeki kita tetap tak ada yang mengalir sedikit pun untuk tetangga yang kurang beruntung, maka apakah yang bisa kita harapkan kelak ketika tidak ada pertolongan kecuali pertolongan Alloh? Kalau puasa-puasa kita hanya mencegah masuknya makanan dan minuman di siang hari, tetapi tidak mencegah diri kita dari harta yang haram, maka apakah yang bisa engkau haramkan ketika matahari didekatkan kepadamu oleh Alloh, di hari ketika seluruh kedudukan kita tak ada artinya lagi?

Sungguh, apabila puasa tidak menambah ketaqwaanmu meski hanya sedikit, maka jangan pernah berharap datangnya masa ketika engkau bisa merasakan setiap tetes nikmat sebagai nikmat. Kalau puasa tidak membawamu kepada taqwa, maka jangan berharap engkau akan mendapati hidup yang lebih lapang dan pikiran yang lebih jernih. Sebab, Alloh Ta’ala maksudkan puasa untuk membuatmu bertaqwa. Dan Alloh Ta’ala telah berjanji barangsiapa bertaqwa kepada Alloh, maka Alloh akan adakan jalan keluar bagimu dan akan berikan rezeki kepadamu dari arah yang tak disangka-sangka.

Ya, wa man yattaqillaaha yaj’allahu makhrojaa wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib. Inilah yang patut kita renungkan. Di hari ini, apakah dada kita semakin lapang dan masalah-masalah semakin ringan untuk diurai? Jika tidak, agaknya ada yang perlu kita benahi dengan puasa kita.

Wallohu a’lam bishshowwab.


Credit: “Mencari Ketenangan di Tengah Kesibukan”; Mohammad Fauzil Adhim; Pro-U Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar