Banyak yang berpuasa, tetapi tidak
mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga. Ia terlepas dari pahala. Tak ada
kebaikan padanya, meski badan telah lemas dan tenggorokan telah kering.
Sebabnya, ia menjalani puasa dengan menahan lapar dan dahaga, tetapi tidak
berhenti dari tindakan-tindakan yang merusak puasanya. Ia menjaga mulutnya dari
makanan, tetapi tidak menghindarkan lisannya dari perkataan yang menyakitkan.
Sementara, tak ada kebaikan di dalamnya, tidak pula ada alasan yang dapat
diterima.
Ada orang-orang yang berpuasa. Ia
menahan makanan dan minuman di siang hari, tetapi di malam hari ia menghabiskan
waktu yang singkat itu untuk melahap apa saja, lebih dari yang sanggup ia
habiskan di hari-hari ketika ia sedang tidak berpuasa. Padahal, apabila kita
benar-benar berpuasa, segelas air segar saja sudah sanggup mengenyangkan perut
kita yang sebelumnya kelaparan.
Ketika puasa menjadi hanya sebatas
perubahan jam makan, maka hampir-hampir tak mungkin kita dapat merasakan
penderitaan dan nestapa orang-orang di sekeliling kita. Kita sulit berbagi,
kecuali sekadar basa-basi sosial karena terkena giliran memberi penganan (ta’jil) di masjid. Anak-anak yang miskin
tetap akan kosong pandangannya. Para janda tetap tidak menentu nasibnya. Sementara
mereka yang lemah (dhu’afa) dan yang
dilemahkan (mustadh’afin), tetap tak
memiliki tempat mengeluh yang dapat meringankan beban mereka.
Saya tidak tahu, seperti apa engkau
berpuasa. Saya hanya dapat merasakan gejolak bathin yang berkecamuk dalam dada
ini. Kalau puasa-puasa kita hanya bergantinya jadwal makan dan minum, maka
apakah yang bisa kita harapkan sesudah badan kita terkubur dalam tanah? Kalau
puasa-puasa kita hanya berarti pesta kolak di malam hari, sementara rezeki kita
tetap tak ada yang mengalir sedikit pun untuk tetangga yang kurang beruntung,
maka apakah yang bisa kita harapkan kelak ketika tidak ada pertolongan kecuali
pertolongan Alloh? Kalau puasa-puasa kita hanya mencegah masuknya makanan dan
minuman di siang hari, tetapi tidak mencegah diri kita dari harta yang haram,
maka apakah yang bisa engkau haramkan ketika matahari didekatkan kepadamu oleh
Alloh, di hari ketika seluruh kedudukan kita tak ada artinya lagi?
Sungguh, apabila puasa tidak
menambah ketaqwaanmu meski hanya sedikit, maka jangan pernah berharap datangnya
masa ketika engkau bisa merasakan setiap tetes nikmat sebagai nikmat. Kalau
puasa tidak membawamu kepada taqwa, maka jangan berharap engkau akan mendapati
hidup yang lebih lapang dan pikiran yang lebih jernih. Sebab, Alloh Ta’ala maksudkan puasa untuk membuatmu
bertaqwa. Dan Alloh Ta’ala telah
berjanji barangsiapa bertaqwa kepada
Alloh, maka Alloh akan adakan jalan keluar bagimu dan akan berikan rezeki
kepadamu dari arah yang tak disangka-sangka.
Ya, wa man yattaqillaaha yaj’allahu makhrojaa wa yarzuqhu min haitsu laa
yahtasib. Inilah yang patut kita renungkan. Di hari ini, apakah dada kita
semakin lapang dan masalah-masalah semakin ringan untuk diurai? Jika tidak,
agaknya ada yang perlu kita benahi dengan puasa kita.
Wallohu
a’lam bishshowwab.
Credit: “Mencari Ketenangan di
Tengah Kesibukan”; Mohammad Fauzil Adhim; Pro-U Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar