Sabtu, 09 Mei 2015

Memakmurkan Masjid dengan MenentangNya

Berawal dari jiwa yang lemah atau karena mata yang telah digelapkan oleh dunia, kita bisa kehilangan ‘izzah (kehormatan diri). Bila kehormatan diri sudah tidak ada lagi, maka kita pun akan kehilangan ‘iffah. Kita tidak mampu menjaga diri kita sehingga bangunan kebajikan yang kita bangun menjadi rapuh dan mudah runtuh.

Sepanjang sejarah peradaban, kebesaran selalu dibangun oleh jiwa yang kokoh, pemikiran yang matang, mental yang dapat diandalkan dan hati yang teguh. Perubahan-perubahan besar selalu berangkat dari jiwa. Bukan harta dan kekuasaan. Jika jiwa kita berubah, maka akan berubah cara kita memaknai apa-apa yang ada di sekililing kita. Selanjutnya, berubah pula sikap kita, penerimaan kita dan perilaku kita.

Jaudat Sa’id, seorang yang telah lama mempelajari kekuatan jiwa, pernah menulis syarat-syarat yang dibutuhkan dari jiwa untuk terjadinya perubahan-perubahan besar yang mendasar. Saya tidak membahasnya di sini karena saya tidak mampu menerangkannya kepada Anda. Tetapi ada satu hal pokok yang perlu kita pegang: tidak mungkin kita melakukan perbaikan jika jiwa kita sendiri rapuh.

Masalah terakhir ini mendesak sekali untuk kita pikirkan, terutama ketika kita bermaksud untuk membenahi ummat. Kita perlu memperhati-kan secara hati-hati siapa yang akan kita serahi urusan kaum Muslimin. Boleh jadi seseorang sangat rajin mendatangi masjid dan amat tekun melakukan ibadah, tetapi imannya masih mengkhawatirkan. Mereka begitu bersemangat, tetapi imannya masih perlu diluruskan.

Saya teringat dengan sebuah hadits. Rosululloh saw memperingatkan, “Jika kalian melihat seseorang yang sering mendatangi masjid, maka persaksikanlah kelurusan imannya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Darimi)

Hadits ini mengajarkan kita agar tidak terlalu mudah menilai. Jika seseorang tampak sering larut dalam sholatnya, perhatikanlah apakah ia tidak banyak berbuat mungkar di luar sholatnya. Jika seseorang sangat rajin mendatangi masjid, perhatikanlah kelurusan imannya. Semoga dengan itu, Alloh memberi petunjuk dan menyelamatkan kita dari apa yang tampaknya membawa kebaikan, padahal justru membuat Alloh murka.

Salah satu perkara yang tampaknya baik tetapi sangat buruk akibatnya adalah mengemis pada orang-orang kafir karena kita ingin memakmurkan masjid. Kita mengira dengan bantuan itu, dapat menguatkan iman kaum Muslimin. Padahal, yang terjadi justru bisa sebaliknya. Hanya karena sekeping rupiah yang mereka berikan, dakwah kehilangan barokahnya, masjid kehilangan karomahnya, ulama kehilangan wibawanya, dan kaum Muslimin bisa guncang keyakinannya.

Masya Alloh…! Alangkah mahal harga yang harus dibayar.

Saya teringat dengan firman Alloh. Dalam surat at-Taubah, Alloh swt menegaskan. Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Alloh, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaan-nya, dan mereka kekal di dalam neraka. Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Alloh ialah orang-orang yang beriman kepada Alloh dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Alloh, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (Qs. at-Taubah [9]: 17-18)

Astaghfirullohal ‘azhim. Bagaimana mungkin kita bisa menancapkan iman yang kokoh di hati kaum Muslimin, bila kita sendiri meminta belas kasihan orang-orang kafir? Bahkan seandainya mereka memberi tanpa diminta, Alloh tunjukkan bahwa tidak pantas mereka memakmurkan masjid-masjid Alloh. Hari ini, mungkin akan banyak yang datang mengetuk pintumu.

Bagaimana jika mereka memberi bantuan tanpa pamrih? Sungguh, tak seorang pun yang bisa memastikan isi hati orang lain, bahkan seandai mereka bersumpah melakukannya dengan tulus. Andaikan pun bantuan itu diberikan tanpa mengharap apa-apa, maka perintah Alloh lebih layak didengar. Apalagi jika kita menerima bantuan dengan sejumlah persyaratan, yang ringan maupun yang berat. Alih-alih berdakwah, kita justru melemahkan jiwa kaum Muslimin.

Masya Alloh! Akankah kita memakmurkan masjid dengan menentang perintah Alloh?


Credit: “Mencari Ketenangan di Tengah Kesibukan”; Mohammad Fauzil Adhim; Pro-U Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar