Ada peristiwa tentang seorang anak
kecil di sebuah rumah sakit yang sangat besar. Beberapa pekan yang silam,
ibunya terbaring karena melahirkan seorang bayi yang sehat dan lucu. Hari ini,
anak kecil itu yang terbaring di sana. Beberapa dokter berdiri mengelilinginya;
mengangkat kedua bola mata anak itu. Ada penyakit yang membuat para dokter
tidak punya pilihan lain kecuali operasi.
Ketika anak itu siuman dari
pengaruh obat bius, ia segera meraba-raba mencari bapaknya. Ia berkata, “Bapak,
kapan kita pulang?”
Bapaknya terdiam. Hening sejenak,
kemudian berkata, “Tunggulah, nak. Sampai kamu sembuh.”
“Bapak, kenapa lama sekali?”, kata
anak itu. “Aku sudah ingin pulang. Aku ingin lihat adik lho, pak.”
Bapak itu terdiam. Ia hanya dapat
menahan tangis dan perasaan yang bercampur aduk. Ia ingin sembunyikan wajahnya,
meski anaknya sudah tak bisa melihat lagi.
Peristiwa ini ―sebagaimana juga
peristiwa-peristiwa lain― datang dan pergi begitu saja. Banyak pelajaran hadir
di hadapan kita, tetapi banyak yang hikmahnya hanya yang kita rasakan saat
bercanda. Kita tak menemukan pelajaran apa-apa, karena amat sedikit yang kita
renungkan. Padahal, betapa banyak pelajaran hidup yang bisa kita ambil kalau
nurani kita masih bersih; atau kalau kita mau berhenti sejenak untuk merenung.
Mahasuci Alloh. Alangkah banyak
nikmat yang kita rasakan, tetapi alangkah sedikit yang kita syukuri. Alangkah
banyak anugerah yang kita nikmati, tetapi alangkah seringnya kita lambat
menyadari. Kita ingin mensyukuri dan mempergunakannya untuk kebajikan di jalan
Alloh, hanya ketika nikmat itu sudah tidak ada lagi bersama kita.
Masya
Alloh,
alangkah banyak nikmat yang tak sanggup
kita syukuri. Bahkan menyadari pun tidak. Alloh memberi kita tanpa
menghitung-hitung, sementara untuk memuji-Nya sekali lagi, kita sudah sibuk
menghitung pahala atas amal-amal kita yang tak seberapa. Padahal, di sisi Alloh
nikmatlah yang lebih besar. Jauh lebih besar.
Ingatlah ketika Rosululloh saw
bersabda, “Sesungguhnya Alloh swt memiliki seratus rohmat. Kemudian Ia turunkan
hanya satu rohmat kepada jin, manusia, hewan, dan serangga di dalamnya. Dengan
rohmat itulah mereka saling menyayangi dan kasih-mengasihi. Dengan rohmat itu
pula, perempuan jahat pun menyayangi anaknya. Alloh swt menunda sembilan puluh
sembilan rohmat-Nya, yang akan dikaruniakan bagi hamba-Nya pada hari Kiamat.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Hanya dengan satu rohmat inilah
Alloh beri kita nikmat berupa mata dan seluruh hal yang membuat kita mampu
merasakan betapa nikmatnya garam. Kalau sedikit saja ujung lidah kita terluka,
betapa berbeda dunia yang kita rasakan sekarang. Kalau sedikit saja alat
penciuman kita rusak, betapa bunga-bunga itu tak lagi mewangi. Kalau sebentar
saja kelenjar air liur tak berproduksi, betapa tak menariknya setiap masakan
yang lezat.
Tetapi…
Alangkah sedikit yang kita syukuri.
Padahal, dengan syukur itu, Alloh akan berikan 99 rohmat yang masih tersimpan
di sisi-Nya. Di dalamnya ada kasih yang abadi; kasih yang tak berbatas
dari-Nya.
Masya
Alloh… alangkah
sering kita lupa atas nikmat-nikmat yang diberikan-Nya. Kita lupa pada
nikmat-Nya, lupa menggunakan nikmat-Nya, dan bahkan lupa kepada Ia Yang Memberi
nikmat. Begitu banyak yang kita lupa, sampai-sampai kita lupa pada diri
sendiri. Kita terasing di tengah keramaian karena ada yang sakit pada jiwa
kita; dan ada yang gelap pada hati kita.
Kutulis ini di sini dengan satu
harapan yang sederhana; semoga kita lebih ingat kepada-Nya sesudah banyak dosa
yang kita perbuat. Kutulis ini bukan karena sudah mampu mengingat-Nya dengan
sempurna, tetapi karena berharap semoga catatan sederhana ini terhitung sebagai
langkah untuk mendekati-Nya.
Credit:
“Mencari Ketenangan di Tengah Kesibukan”; Mohammad Fauzil Adhim; Pro-U Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar