Tuhanmu telah berfirman! Kalau
engkau ingin bertanya apakah dirimu sudah termasuk golongan mereka yang berbuat
kebajikan, perhatikanlah kata-kata-Nya.
Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke timur dan ke barat itu suatu kebajikan. Tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah keimanan kepada Alloh, hari Kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. al-Baqoroh [2]: 177)
Ketika turun ayat ini, sebagaimana
diriwayatkan oleh perowi hadits yang enam, Abu Tholhah datang kepada Rosululloh
saw dan berkata, “Alloh telah berfirman dalam kitab-Nya, Sekali-kali kalian tidak sampai kepada kebaikan yang sempurna sebelum
kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai, sedangkan harta yang
paling kucintai adalah kebun Bairoha, maka kebun itu kusedekahkan karena Alloh.
Aku mengharapkan kebaikan dan simpanannya (pahala di akhirat) di sisi Alloh.
Karena itu, pergunakanlah kebun itu, wahai Rosululloh, sekehendakmu.”
Rosululloh saw bersabda, “Bagus!
Itu adalah harta yang menguntungkan. Itu adalah harta yang menguntungkan. Aku
telah mendengar apa yang engkau katakan mengenai kebun itu. Aku berpendapat,
hendaknya kebun itu engkau berikan kepada para kerabatmu.”
Lalu Abu Tholhah membaginya kepada
kerabat-kerabatnya dan anak-anak pamannya. Di antara mereka yang mendapatkan
bagian itu adalah Ubay dan Hassan. Hassan menjualnya kepada Muawiyah, kemudian
ditanyakan kepada-nya, “Engkau menjual sedekah Abu Tholhah?”
Dia menjawab, “Apakah saya tidak
boleh menjual satu sho’ kurma dengan
satu sho’ dirham?”
Kisah Abu Tholhah ini diriwayatkan
oleh Imam Bukhori dalam shohih-nya.
Ada pelajaran yang perlu kita renungkan. Kita belum dihitung melakukan
kebajikan apabila kita tidak pernah mengeluarkan sebagian dari apa yang kita
cintai karena Alloh. Ini berarti ada harta di luar zakat yang harus kita
keluarkan. Berzakat saja tidak cukup. Apalagi kalau zakat pun kita tidak mau
mengeluarkan.
Kisah Abu Tholhah ini mengingatkan
kita pada peristiwa ketika Fatimah binti Qoys bertanya kepada Rosululloh saw
tentang zakat, beliau menjawab, “Sesungguhnya dalam setiap harta itu ada hak
(orang lain) selain dari zakat.” (HR.
Tirmidzi)
Belum berbuat kebajikan apabila
kita mengeluarkan zakat setiap tahun, tetapi melupakan saudara-saudara yang
ditimpa kemalangan atau menderita kekurangan. Sebelum berbicara tentang zakat,
ayat di atas berbicara tentang perkara lain yang berkait dengan harta, yakni
perintah untuk memberikan harta yang kita cintai kepada kerabat-kerabat kita,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan golongan lain yang berhak.
Berhaji setiap tahun tidak membawa
kita pada kebaikan kalau kita masih membiarkan kerabat kita ditimpa kelaparan,
sehingga hampir-hampir mereka melupakan agamanya. Ulurkanlah tanganmu untuk
keluarga dekatmu, kerabatmu, dan anak-anak yatim.
Abu Huroiroh ra meriwayatkan bahwa
Rosululloh saw bersabda, “Demi Tuhan yang telah mengutusku dengan hak, Alloh
tidak akan memberi azab di hari Kiamat bagi orang yang menyantuni anak yatim
dan lemah lembut dalam ucapannya. Menyantuninya karena keyatimannya dan
kelemahannya (ketidakmampuannya). Tidak menyombongkan diri kepada tetangganya
karena karunia Tuhan yang diberikan padanya. Wahai ummat Muhammad, demi Tuhan
yang telah mengutusku dengan hak, tidak diterima sedekah seseorang jika saudara
dekatnya membutuhkan bantuan keuangan, namun dia memberikan sedekah kepada
orang lain. Demi jiwaku yang ada di Tangan-Nya, Alloh tidak akan melihat
padanya pada hari Kiamat.” (HR. Imam Thobroni)
Ya, ada hak orang lain dalam harta
kita di luar zakat. Ada yang lebih utama dari yang utama dalam setiap amal.
Sungguh, engkau belum berbuat kebajikan kalau do’a-do’amu belum engkau ikuti
dengan hartamu. Padahal Alloh berikan harta yang berlimpah kepadamu.
Jika menginfakkan sebagian dari
yang kita cintai termasuk kebajikan, maka mengeluarkan zakat merupakan perintah
yang tak bisa ditolak bagi orang yang telah terkena kewajiban. Zakat yang kita
keluarkan bukanlah pemberian karena kemurahan hati, tetapi harta orang lain
yang harus kita sampaikan kepada yang berhak. Ia adalah kotoran bagi kita.
Kalau kita biarkan, akan merusak dan mendatangkan keburukan. Kalau kita
keluarkan, dapat melahirkan kebaikan. Ada tanaman yang bisa tumbuh subur dan
menghasil-kan buah yang manis untuk kita petik di hari Kiamat nanti. Sementara
di dunia, kita meraih ketenangan dan ketenteraman.
Hari ini, sembari mengingat kembali
tentang betapa sedikit yang sudah kita lakukan di bulan Romadhon, perkenankan
saya untuk bertanya, “Sudahkah Anda mengeluarkan zakat dari harta Anda?” Kalau
sudah, mudah-mudahan Alloh terima zakat itu sebagai ketaatan yang ikhlas
kepada-Nya. Mudah-mudahan Alloh jadikan kebaikan yang bertambah-tambah. Kalau
belum ―barangkali hari-hari kemarin perhatian Anda banyak tersita oleh
kesibukan― marilah kita tunaikan segera kepada yang berhak menerima. Tak ada
salahnya bila kita menyempurnakan dengan sedekah, sehingga kita termasuk
orang-orang yang berbuat kebajikan.
Akhirnya, izinkan saya memohon maaf
kepada Anda. Siapa pun yang pernah saya lukai, dengan kata-kata atau tindakan,
mohon keikhlasannya memaafkan kesalahan saya. Kepada setiap guru yang saya
ambil ilmunya, maafkanlah kesalahan-kesalahan saya. Kepada setiap yang pernah
belajar kepada saya, maafkanlah bahwa saya belum bisa menjadi tempat belajar
yang baik. Semoga Alloh menjauhkan kita dari keburukan kita sendiri.
Credit:
“Mencari Ketenangan di tengah Kesibukan”; Mohammad Fauzil Adhim; Pro-U Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar